Sarolangun, Indopublik-news.com,
Sejak Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengeluarkan peraturan Kejaksaan (Perja) Republik Indonesia nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif Justice (Restorative justice).
Tak ketinggalan Kejaksaan Negeri Sarolangun dibawah pimpinan Kajari Bobby Ruswin, SH, MH berhasil menerapkan Restoratif Justice (Restorative justice) di wilayah hukum Kabupaten Sarolangun.
Restorative justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Dengan ini, Restoratif Justice telah di laksanakan Kejaksaan Negeri Sarolangun.
Kepala Kejaksaan (Kajari) Negeri Sarolangun Bobby Ruswin SH. MH di dampingi Kasi Intel Rendi SH. Saat di konfirmasi media ini diruang kerjanya. Kamis 17/2/22 terkait penanganan kasus dengan melaksanakan restoratif justice.
Kepada media ini imengatakan, “pada prinsipnya kami di Kejaksaan Negeri Sarolangun berdasarkan peraturan Jaksa Agung nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntuntutan berdasarkan keadilan Restoratif, kami telah melaksanakan peraturan Jaksa Agung tersebut dimana telah pernah kami lakukan terhadap perkara atas nama Haris Ulamar bin Sutikmo yang di sangkakan oleh penyidik pasal 480 KUHP.” Ungkap Kajari.
Kemudian lanjut Bobby, “Setelah kami pelajari, setelah kami teliti secara cermat kami mengajukan upaya Restorative justice tersebut kepada pimpinan dan Alhamdulillah hal tersebut di setujui, sehingga dengan demikian Restorative justice atas nama tersangka Haris Ulamar bin Sutikmo tersebut telah di hentikan perkaranya berdasarkan Restorative justice.” Bobby menuturkan.
Diakuinya dengan melaksankan penerapan Restorative justice tersebut tanggapan atau respon masyarakat diterima dengan baik dan positif.
“Iya, tanggapan dari masyarakat dan pada saat itu juga di hadiri oleh pihak terdakwa, pihak korban kemudian pihak keluarga, tokoh masyarakat mereka sangat positif.” Kata Kajari.
Kenapa, sambungnya, “karena pada prinsipnya Restorative justice ini kan untuk bagaimana di kemudian hari si tersangka maupun terdakwa diajukan ke pidana, jadi orangnya lebih baik lagi kedepannya. Lidik instrumen pidana ini bukan satu-satunya sebagai alat untuk melakukan penjejakan hukuman tapi Sebagai untuk mengembalikan menjadi orang yang lebih baik di kemudian hari.” Ujar Bobby.
Hal tersebut di benarkan oleh Egi Rizki SH selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dua dan Jaksa JPU pertama Syandi SH dalam penanganan kasus tersangka Haris Ulamar bin Sutikmo.
“Iya benar, Jaksa Agung mengeluarkan peraturan nomor 15 Tahun 2020. Dengan itu, kita bisa melakukan penghentian penuntutan dengan syarat. Syaratnya sangat ketat, ketatnya dalam artian disitu ada syarat yang objektifnya dia harus di ancam dengan pidana maksimal 5 Tahun penjara, kemudian baru pertama kali dan kerugiannya dibawah dua juta lima ratus ribu rupiah (Rp 2.500.000). Dan yang paling penting secara subjektif si korban mau memaafkan.” Kata Egi
Lanjutnya, “kejadian ini terjadi di salah satu sekolah di Kecamatan Singkut dalam Kasus pencurian di kenakan pasal 480 KUHP. Lagian yang nyuri juga bekas anak murid kepala sekolah tersebut.” katanya.
Melalui Restorative justice, Lanjutnya lagi, “Ketika kita lakukan upaya mediasi di Aula Kejaksaan Negeri Sarolangun pada pertengahan 2021 yang lalu mereka menerima secara positif.” Ucap Egi
“Waktu itu juga hadir Kades, Kanit Reskrim dari Polsek Singkut Teguh, dan dari Dinas Pendidikan serta elemen (tokoh) masyarakat dan itupun kita harus minta persetujuan dari atasan (Kajati), jika tidak disetujui kita juga gak berani melakukan itu. Dan Alhamdulillah mereka semuanya terutama kedua belah pihak menerima keputusan tersebut tanpa ada tuntutan lagi.” Pungkas Egi. (bas).