Sarolangun, Indopublik-news.com,
Geger gara-gara (Gegara), diduga jual tanah saudaranya sendiri akhirnya berujung dilaporkan ke Polisi dalam hal ini Polsek Kecamatan Pauh. Kabupaten Sarolangun.
Buntut persoalannya adalah Raden Sriwijaya merasa bahwa ia memiliki sebidang tanah di Desa Pangkal Bulian. Kecamatan Pauh dengan luas kurang lebih 2ha. Tanah tersebut telah di kuasainya selama 15 tahun lamanya tanpa ada komplin dengan siapapun.
Sementara bukti dasar pemilikan tanahnya berdasarkan SPORADIK Pada tahun 2004. Namun sayang belakangan ini terpaksa harus melapor ke Polsek Pauh karena merasa tanahnya tersebut telah di jual oleh saudaranya sendiri (Abang kandung-red).
“Tadi kita di kasih surat dari Polsek Pauh dalam rangka klarifikasi antara saya dengan abang saya yang bernama Farul Rozi/Raden Prang pada tanggal 2/12/21 nanti. Memang saya ada melapor Kepolsek Pauh beberapa bulan yang lalu, karena tanah saya di jual oleh Abang saya (Rd Prang).” Kata Sriwijaya sambil menunjukkan surat dari Polsek Pauh. Selasa 30/11/21.
Lanjut Sriwijaya, tanah itu adalah Imas tumbang saya dan keluarga (istri) saya sekitar tahun 2003 dan saya buat SPORADIK tahun 2004 dan di tanah tersebut saya menanam pohon Karet dan ada juga jengkol di tanah itu.” Katanya
Sambungnya lagi, “belakangan ini ada yang mengolah tanah saya disaat saya menanam Pohon Sawit karena sebagian tanah itu sudah saya ganti dengan menanam Sawit. Ditanya sama yang beli (Syapi’i) bahwa ia telah beli tanah saya itu dari Abang saya itu (Raden Prang).” Tuturnya.
“Tanaman Karet dan Jengkol juga di tumbangi, saya tidak melihat secara langsung siapa yang numbang. Tetapi saya curiga bahwa yang melakukan adalah orang itu karena tanah saya tersebut sudah di jual sama abang saya tadi, kita punya saksi kog bahwa tanah itu milik saya.” Kata Sriwijaya di dampingi istrinya.
Kapolsek Kecamatan Pauh AKP Maskat Maulana, SH, MH melalui Kanit Reskrim IPDA Dwiyo Pranoto diruang kerjanya Kamis (02/12/202). Kepada media ini mengatakan, “iya tadi kita sudah berupaya mencoba mediasi kedua belah pihak antara Raden Sriwijaya dan abangnya Raden Prang terkait sengketa tanah tersebut. Tetapi tidak membuahkan hasil.” Ujar Kanit.
“Mereka berdua saling klaim itu tanahnya kasihan mereka ini bersaudara yang nantinya akan retak persaudaraan apabila sudah berproses keranah hukum. Mereka gak menerima makanya waktu dekat ini akan kita limpahkan ke Polres Sarolangun.” Kata Kanit Dwiyo Pranoto.
Saat di konfirmasi kepada Raden Prang seusai di nasehati kedua belah pihak di ruang sidang Polsek. Ia mengatakan kalau itu tanahnya sehingga dia menjual. Ke Syapi’i warga Desa Empang Benao Kab. Merangin.
“Itu tanah saya, yang jual tanah kakak Rawi ini dia yang jual bukan saya. Dia pula yang ngadu saya kesini. Surat sporadiknya punya kakak ini. Ini ada ponakan dirumah saya jual ke dia (Syapi’i) warga Benao saya jual tahun 2000 saya olah sebelum tahun 2000.” Kata Raden Prang di dampingi Kakaknya (Rawi)
Aneh iya…!!, Satu kebun tiga orang yang punya. Mending satu kebun ada tiga cinta dech.
Jika ditelusuri berdasarkan surat tanah (SPORADIK) dari sisi perbedaan tahun emang jelas beda. Si Raden Srwijaya dalam Sporadinya tahun 2004. Sementara Raden Prang tidak punya Sporadik dan yang ada surat jual beli antara dia dengan pembeli.
Dan Kakaknya Rawi Sporadinya tahun 2020. Perbedaa usia Sporadik mereka berdua antara Rawi dan Raden Sriwijaya kurang lebih 16 Tahun. Sementara dalam bunyi sebuah Sporadik jelas-jelas penguasaan secara terus menerus.
Apapun persoalan mereka maka pihak hukumlah yang dapat menemukan jawaban untuk meluruskan dalam sengketa tanah tersebut. Akan tetapi perlu kita bertanya, berapa lamakah seseorang memiliki suatu kebun setelah Imas tumbang?. Dan kembali ke Negara setelah ditinggalkan karena tidak di kuasai secara terus menerus?. (bas).