Sarolangun, Indopublik-news.com,
Perselisihan sengketa tanah kebun antara Raden Srwijaya penduduk warga Desa Pangkal Bulian Kec. Pauh melawan abang kandungnya Raden Prang bergulir di Polres Sarolangun.
Adapun perselisihan di antara kedua kakak beradik ini didasari atas terjadinya jual beli tanah tersebut oleh Raden Prang ke Syafi’i dengan bukti surat jual beli tanah dengan alasan dia pemilik tanah tersebut. Namun sayang bukti kepemilikan tidak punya, yang ada surat jual beli.
Setelah di ketahui oleh adiknya Raden Sriwijaya bahwa kebun yang dimaksud ada yang numbang bahkan telah di jual oleh abangnya Raden Prang. Dimana kebun yang di jual itu adalah miliknya dengan bukti kepemilikan sporadik pada tahun 2004. Akibat hal itu, merasa tak senang akhirnya Rd. Sriwijaya melapor ke Polsek Kecamatan Pauh.
Dikutip, sebagaimana telah di beritakan media ini sebelumnya,
” Memang ada saya melapor ke Polsek Pauh beberapa bulan yang lalu, karena tanah saya di jual oleh abang saya (Rd Prang).” kata Sriwijaya sambil menunjukkan surat dari Polsek Pauh. Selasa 30/11/2021.
Lanjutnya,”tanah itu adalah Imas tumbang saya dan keluarga (istri) saya sekitar tahun 2003 dan saya buat SPORADIK tahun 2004 dan di tanah tersebut saya menanam pohon karet dan ada juga jengkol di tanah itu.” Katanya.
Sayangnya perselisihan sengketa tanah tersebut tidak dapat dimediasikan (damaikan) di Polsek Pauh sehingga di limpahkan ke Polres Sarolangun.
Saat ini para saksi-saksi tanah tersebut kembali di panggil ke polres Sarolangun untuk di mintai keterangan lanjutan setelah turun ke tempat kejadian Perkara (TKP). Jum’at 14/1/2022.
Pemeriksaan para saksi kali ini sepertinya ada kejanggalan yang di duga tanda tangan dan stempel Kepala Desa di duplikasi di dalam surat jual beli tanah tersebut. Perihal itu diakui mantan Kepala Desa Pangkal Bulian Sapri setelah di periksa.
” Saya heran dalam surat jual beli tanah antara Raden Prang dengan Syafi’i itu ada tanda tangan saya. Memang mirip sekali, namun saya tidak ada menandatangani itu apa lagi di cap (stempel) Kepala Desa. Sementara saya tidakll lagi jadi Kades saat itu seperti ditulis dalam surat tersebut.” Kata Sapri kepada media ini. Selasa 25/1/2022.
Melihat itu, Sapri sedikit merasa kesal, hingga ia menyerahkan kepada pihak Kepolisian agar dapat di proses atas tanda tangannya dan stempel Kepala Desa tersebut. Karena merasa dirinya bukan lagi Kepala Desa pada saat itu.
Emang, di era Teknologi modern saat ini yang di sebut era digital banyak perihal yang bisa di buat, dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Bagaimana cara meniru agar menyerupai sebuah tanda tangan bisa mirip aslinya. Apa lagi hanya sebatas poto copy. Begitupun dengan stempal yang bisa di cetak sedemikian rupa.
Sekedar, jika mengacu pada atas pemalsuan dokumen sebagaimana dalam pasal 263 ayat (1) KUHP yang berbunyi;
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuai perjanjian (kewajiban) ayat sesuatu pembebasan hutang, atau yang boleh di pergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat- surat itu seolah-olah surat- itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun penjara.
Biarlah hukum yang menjadi penentu. Serahkan saja pada penegak hukum. Ikuti berita ini hanya di Indopublik-News.Com Bersambung. (bas)